Jumat, 25 Februari 2011

Harian 4

Ah.... Hari Minggu kemarin, adalah hari yang sangat membuat hati ku berdeebar - debar. Papa dan mama berada di rumah nenek. Sedang aku sendiri di rumah. Hingga akhirnya kakak laki - laki ku datang.

"Assalamu alaikum...." salam kakak ku.
"Waalaikum salam. Eh... kakak, tumben main ke rumah?" tanya ku.
"Yah.... kangen sama kamu dik." merayu ku.
"Masa che...??? um... kak... boleh minta tolong gak?"
"Apa?"
"Bawa uang gak sekarang?"
"Bawa. Kakak bawa ATM. Minta tolong apa che dik?"
"Anterin ke rumah sakit donk??"
"Hah... rumah sakit..??? kamu sakit? sakit apa dik? Kok gak bilang dari dulu?" kakak ku bingung.
"Gak papa kok. Anterin yah?"
"Iya deh."

Akhirnya aku dan kakak ku berangkat menuju rumah sakit. Disana aku menemui dokter yang..... (aku lupa namanya). Disana aku di periksa dengan cara yang bener - bener rumit. Dan setelah selesai, dokter menyuruhku untuk menunggu di luar. Sedangkan dokter itu sedang membicarakan sesuatu pada kakakku.

Dan saat kakak keluar.....

"Kata dokter apa kak?" tanyaku penasaran.
"Hemb.... Kakak gak berani bilang dik." dengan nada sedih.
"Kok gitu che kak?"
"Ya udah deh. Kata dokter, selama ini kamu sakit.... um...."
"Sakit apa kak?" tanyaku tak sabar.
"Kanker otak stadium satu dik." sambil memelukku.

Sungguh, hati ku hancur. Ternyata rasa pusing yang berlebihan selama ini adalah kanker otak? Dan ternyata dugaan ku selama ini benar, kalo aku kena kanker otak.

Aku gak akan mau mengatakan ini pada siapa pun. Aku gak mau mereka tau. Biarlah aku dan kakan ku yang tau. Tapi kalo aku mengatakan ini pada teman ku. Biarlah aku, kakak ku, dan teman ku yang tau. Cukup hanya itu. Tak perlu orang lain tau. TAK PERLU.

Harian 3

Hari ini hari Rabu. Ini saatnya aku untuk menuntut ilmu. Di kelas, ku merasa rasa sakit itu tiba lagi. Di tambah, salah sesosok orang membuat ku merasa ingin menjauh dari nya.

Sesosok yang aku kenal baik kini telah menjadi manusia yang biadab. Menganggapku tak pernah berpikir dewasa. Namun semua mata memandang, dialah yang sok dewasa. Ingin ku marah padanya. Namun apa daya ku. Bibir ku tak mampu tuk ku gerakkan lagi.

Kini hanya hati ku yang bisa membatin. Walau rasanya pun sangat menusuk.